Semangkuk Mie Ayam dan Kisah Dibaliknya


Oleh: Abdul Azis Muslim*



Jangan dikira jika Anda makan semangkuk mie ayam di sebuah warung hanya sekedar makan. Banyak guratan cerita yang menyertainya. Kisah sedih, haru, senang dan membanggakan juga tidak lepas dari penjual dan peracik mie ayam yang  menjual dagannya disebuah warung.

Sekilas jika mampir ke warung mie ayam memang yang sering diceritakan orang tentu kelezatannya. Ada kalanya mienya dikritik karena masih setengah matang sehingga dilidah tidak nyaman. Ada juga menyoal bagaimana rasa ayamnya yang biasa saja karena masih kurang bumbunya. Ada pula yang menyindir bahwa mie ayamnya kuahnya kurang mantap sehingga mengurangi selera. Bahkan terkadang hal sepele misalnya kurangnya sawi yang dituangkan ke mangkuk tidak luput menjadi kritikan terhadap mie ayam yang kita makan.

Sah-sah saja sebagai pembeli kita ingin menikmati rasa masakan yang hendak dibeli. Tapi terkadang kita lupa bahwa kita juga harus menghargai karya orang lain. Bagaimana memanusiakan manusia dengan cara yang sederhana yaitu menikmati mie ayam sambil membayangkan bagaimana perasaan penjualnya. Ya, dengan cara inilah kita bisa menghargai orang lain dan merasakan empati orang lain.

Menyajikan mie ayam tidak mudah. Mulai menyiapkan bahan ayam yang berkualitas, mie yang enak, sawi yang masih segar dan rempah-rempah rahasia didalamnya. Jangan dikira setelah bahan-bahan terkumpul dan dimasak langsung menjadi mie ayam yang lezat. Ternyata berbagai perasaan yang menyertai pemasaknya tentu tidak bisa dilepaskan dari lezat tidaknya sebuah masakan yang bernama mie ayam maupun masakan lain. Bahkan ada pepatah bahwa perasaan pemasak mempengaruhi hasil masakan. Boleh sama masakannya maupun bumbu-bumbunya tapi untuk hasil masakan setiap orang pasti berbeda. Salah satu katanya karena adanya perasaan si pemasaknya. Ternyata susah juga membuat mie ayam ya. Berbagai interaksi rasional dan irasional tercampur menyatu didalamnya.

Untuk mencari mie ayam yang lezat bagi sebagian orang barangkali mudah. Lihatlah pembeli di sebuah warung yang menjajakannya. Jika pembelinya membludak maka layak disebut bahwa mie ayam di tempat tersebut enak. Sebaliknya jika ada warung yang menjual mie ayam sepi maka lebih baik menghindarinya karena kemungkinan rasanya tidak enak. Namun tahukah kita sebagai pembeli bahwa ada sejarah panjang dibalik mie ayam yang melegenda.

Ternyata banyak jalan liku dan terjal menyertai proses membuat mie ayam yang enak dan lezat. Bagaimana proses pertama kali membuat mie ayam yang kemungkinan rasanya masih belum mantap. Ada proses pantang menyerah dibalik kesuksesan usaha mie ayam. Ada tetesan keringat dan air mata. Ada kesedihan dan deraian air mata yang tidak pernah kita ketahui. Yang kita ketahui hanya menikmati rasanya bahkan memikirkan keuntungan yang berlipat-lipat dan terkadang iri bahwa usaha mie ayam di warung si A sukses dan besar. Tapi apakah Anda pernah membayangkan bagaimana proses panjang terjadi didalamnya. Begitu juga dengan hidup ini jangan melihat hasilnya tanpa melihat proses yang menyertainya. Akhirnya semoga kita bisa menjadi manusia yang selalu bersyukur di tengah segala kondisi yang ada. Salam literasi.

*Penulis mengabdi di SMP Negeri 1 Wedung Kabupaten Demak



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membayangkan Seminggu Tidak Menulis Dipecat, Rahasia Sukses Profesor Richardus Eko Indrajit Menulis 75 Buku

PEDOMAN PEMBELAJARAN DAN INSTRUKSI PENDIDIKAN