Oleh : Abdul
Azis Muslim, M.Pd.
Siapa
sih yang tidak kenal media sosial disingkat medsos. Setiap orang rata-rata
sudah mengenal dan menggunakannya. Karena kebutuhan, setiap orang setiap saat
tidak terlepas yang disebut laptop maupun smartphone. Dengan alat
canggih tersebut, setiap orang dengan bebas bisa melakukan aktivitas di medsos
dengan bebas. Segala hal bisa diperoleh mulai informasi, hiburan hingga selfie.
Kondisi ini juga berlaku dalam diri pelajar. Kebanyakan siswa sudah mengenal
dan mengoperasikannya. Bahkan bisa dibilang kemampuan mereka dalam mengakses
smarthphone cepat sekali.
Menurut
data yang dirilis Kementerian Kominfo Tidak kurang 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet. Media
digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan.
Studi ini menelusuri aktivitas online dari sampel anak dan
remaja usia 10-19 (sebanyak 400 responden) yang tersebar di seluruh negeri dan
mewakili wilayah perkotaan dan perdesaan.
Sementara
itu, penelitian Rayna Lois Euunike lebih dari 43 ribu
media tersebar di seluruh Indonesia, tetapi hanya kurang dari 5.000 media dan
situs daring online yang tercatat resmi dan memiliki keakuratan informasi yang
diakui. Menurut penelitian ini, kebenaran penyebaran informasi atau berita di
media sosial dipertanyakan sebab banyak dari berita tersebut hanya berisi
pendapat dari orang yang membuatnya dengan maksud dan tujuan tertentu, bahkan
dengan tujuan perpecahan.
Tentu saja kondisi
tersebut mencemaskan kita. Bagaimana tidak saat ini masalah sosial yang tidak
kalah berbahaya adalah penyebaran berita hoax. Jika dulu isu negatif menyebar
melalui mulut ke mulut sehingga preventifnya bisa dilakukan dengan mekanisme
manual. Seiring dengan arus informasi yang luar biasa berkat teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), maka penanganannya tidak bisa sesederhana itu.
Harus ada terobosan berani, salah satunya melalui upacaya pencegahan sejak
dini. Salah satunya melalui literasi media sosial bagi kalangan pelajar.
Perlu kerja bareng
untuk membendung ekses negatif dari penggunaan medsos yang saat ini menjamur
melalui berbagai aplikasi. Pelajar menjadi komunitas yang tidak bisa diremehkan
dalam pembangunan suatu bangsa. Merekalah yang menjadi tulangpunggung suatu
bangsa dan peradabannya. Mereka saat ini menjadi mangsa empuk kelompok yang
tidak bertanggungjawab seperti kawanan penyebar berita hoax semisal saracen.
Bagaimana jadinya jika
dari 43 ribu media yang mayoritas tidak diketahui valid atau tidak karena tidak
terakreditasi oleh kominfo, maka pelajar ini akan mendapatkan paparan negatif
dari konten-konten yang menyebar itu. Maka literasi media menjadi suatu
keharusan bagi kita semua, lebih-lebih tenaga pendidik agar anak bangsa bisa
selamat dari ancaman medsos.
Senang atau tidak,
serbuan media sosial sudah membanjiri negeri ini. Jika tanpa ada edukasi
literasi media, pelajar justru akan jatuh ke perangkap informasi sesat atau
sekarang ini yang lagi tren yaitu hoax. Maka harus ada pencerdasan golongan
pelajar untuk tahu dan paham seluk beluk penyebaran informasi melalui jaringan
sosial di dunia maya.
Menurut data Kominfo,
ada tiga motivasi anak-anak dan remaja dalam mengakses internet yaitu mencari
informasi, berhubungan dengan teman dan terakhir internet digunakan untuk
hiburan. Pencarian informasi yang dilakukan sering didorong oleh tugas-tugas
sekolah, sedangkan penggunaan media sosial dan konten hiburan didorong oleh
kebutuhan pribadi.
Jadi sangat jelas
sekali bagaimana peranan media sosial menjadi teman yang sangat akrab bagi
pelajar. Fakta inilah yang harus menjadi tantangan guru dewasa ini. Guru selama
ini yang dikenal sebagai panutan, dimana segala tindakannya menjadi teladan
lama kelamaan akan sirna. Sementara, smartphone yang seharusnya hanya
alat lama kelamaan menjadi kawan bahkan guru yang menjadi sumber referensi. Bahkan
tidak menutup kemungkinan peran guru sebagai referensi keteladanan akan
digantikan medos. Maka alangkah ironis jika guru jika di depan kelas hanya menjadi
“tontonan”. Sementara medsos menjadi “tuntunan”. Maka sudah seharusnya seorang
guru harus melek dengan teknologi informasi dan komunikasi termasuk melek
terhadap smartphone dan medsos.
Media sosial ibarat pisau bermata dua. Satu
sisi pasti ada kelebihan diantaranya mempermudah dalam mendapatkan pengetahuan,
informasi, jejaring sosial maupun kelebihan lainnya. Namun disisi lain tidak
bisa dipungkiri bahwa media sosial juga mengandung berbagai konten yang tidak
baik mulai pornografi, kekerasan dan konten negatif lainnya.
Untuk mencegah dampak
negatif dari medsos, setiap pendidik wajib melaksanakan literasi media sosial.
Dimana siswa diberikan pemahaman yang benar bagaimana menggunakan medsos dengan
baik dan bijaksana. Jangan sampai guru justru menjadi antipati terhadap siswa
dalam memakai media sosial. Karena sekarang ini adalah era informasi digital,
maka jika tidak diarahlan ditakutkan justru pelajar mencari sumber referensi
lain yang bisa jadi justru salah.
Literasi media kepada
siswa bisa melalui teori dan praktik. Teori bisa melalui penyampaian di dalam
kelas di sela-sela mata pelajaran inti karena sekarang ini pembelajaran TIK
include menjadi satu dengan semua mapel. Maka untuk teori mengenai pemanfaatan
media yang sehat bisa tiap guru mapel menyisipkannya ke dalam mapel. Sementara
untuk praktik pemanfaatan medsos yang sehat dan cerdas, seorang guru bisa
melalui penugasan. Siswa disuruh mencari berbagai informasi yang positif dengan
memakai media sosial. Paling tidak mereka diajari bertanggungjawab terhadap
diri sendiri. Untuk mengurangi dampak negatif, guru BK juga bisa melakukan
konseling secara pribadi dengan siswa maupun bekerjasama dengan orang tua siswa
untuk memanfaatkan medsos dengan baik dan bijak. Selamat melaksanakan literasi
medsos bagi peserta didik kita.
*Aktif mengajar di SMPN 1 Wedung-Kabupaten Demak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar