Bahaya Rokok


Bahaya Rokok di Kalangan Pelajar !
 
 Abdul Azis Muslim

Selain masalah Narkoba yang mengintai bangsa Indonesia. Persoalan lain yang tidak kalah mengerikan adalah makin massifnya kebiasaan merokok di kalangan pelajar. Padahal bahaya rokok sudah jelas. Disisi lain, pelajar adalah tumpuan bangsa di masa yang akan datang. Lalu bagaimana sikap kita mengatasinya?
Menurut data dari  Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa ada  peningkatan prevalensi perokok dari 27% pada tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013. Artinya, jika 20 tahun yang lalu dari setiap 3 orang Indonesia 1 orang di antaranya adalah perokok, maka  dewasa ini dari setiap 3 orang Indonesia 2 orang di antaranya adalah perokok.

Keadaan ini semakin mengkhawatirkan, karena  prevalensi perokok perempuan turut meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 6,7% pada tahun 2013. Dengan demikian, pada 20 tahun yang lalu dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 4 orang di antaranya adalah perokok, maka dewasa ini dari setiap 100 orang perempuan Indonesia 7 orang di antaranya adalah perokok.

Lebih memprihatinkan lagi  adalah kebiasaan buruk merokok juga meningkat pada generasi muda. Data Kemenkes menunjukkan bahwa prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5% pada tahun 2014. Dan yang lebih mengejutkan, lebih mengejutkan adalah usia mulai merokok semakin muda (dini).  Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari  8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun 2013.
Mengutip data hasil  penelitian di RS Persahabatan (2013) memperlihatkan bahwa tingkat kecanduan atau adiksi pada anak SMA yang merokok cukup tinggi, yaitu 16,8%. Artinya 1orang dari setiap 5 orang remaja yang merokok,  telah mengalami kencaduan.  Penelitian ini  juga memperlihatkan bahwa rata-rata anak yang dilahirkan oleh ibu hamil yang merokok memiliki berat badan yang lebih ringan (<2500 gram) dan lebih pendek (<45 cm) dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok (>3000 gram) dan lebih panjang (>50 cm).

Data-data tersebut menunjukan fakta bahwa merokok jelas berakibat pada buruk pada  kesehatan masyarakat Indonesia. Merokok merupakan faktor yang berakibat  sangat besar terhadap munculnya berbagai penyakit. Seorang perokok mempunyai risiko 2 sampai 4 kali lipat untuk terserang penyakit jantung koroner dan memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit kanker paru dan penyakit tidak menular (PTM) lainnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, jumlah orang meninggal akibat rokok terus meningkat dari tahun ketahunnya. Tercatat pada tahun 2012 sebanyak 117.575 orang sedangkan catatan hingga oktober 2013 sebanyak 94.960 orang.
Dirincikannya, terkena penyakit hipertensi sebanyak 108.515 orang (2012) dan hingga oktober 2013 sebanyak 88.833 orang. Akibat jantung sebanyak 3.568 orang (2012). Dan 2.804 (2013). Terkena stroke sebanyak 2.665 orang (2012) dan 1.711 orang (2013). Terkena penyakit paru-paru abstruksif kronis (PPOK) sebanyak 2.832 ditahun 2012 dan sebanyak 1.612 orang per 2013.
Sedangkan hasil riset terbaru dari Muhammad Ricky Cahyana selaku Sekjen Komunitas Anti Rokok Indonesia (KARI) diketahui bahwa jumlah remaja yang merokok setiap tahunnya semakin meningkat. Saat ini terdapat 1,1 miliar penghisap rokok antara usia 9 hingga 12 tahun dan 45 persennya adalah pelajar.
Jika melihat data di atas jelas bahwa peredaran dan penjualan rokok di kalangan pelajar sudah dalam taraf darurat. Tanpa upaya yang serius maka sangat mustahil untuk memberantas kebiasan merokok di kalangan pelajar sebagaimana kesulitan Indonesia dalam memberantas Narkoba.
Salah satu kelemahan dalam mengurangi kebiasaan merokok dikalangan siswa adalah kemudahan dalam mendapatkan rokok di lingkungan sekitar mereka. Upaya untuk memutusnya yang harus dilakukan segera adalah memutus rantai penjualan bagi pelajar. Harus ada tindakan bersama dan nyata dari pihak terkait. Salah satunya dari masyarakat yang harus jeli dan berani tegas terhadap penjual yang menjual ke kalangan pelajar atau tegas terhada pembeli yang statusnya masih pelajar. Kalau cara ini tidak bisa dilakukan tidak ada jalan lain kecuali dengan menegakkan aturan yang berlaku.
Sebetulnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tepatnya Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 menyebutkan, dalam rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan itu antara lain dijelaskan pada pasal 50 yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Hanya saja meski aturan sudah jelas tapi dalam penindakan seringkali kurang tegas. Mungkin karena jumlah personel penegak hukum yang minim sehingga terkendala oleh waktu dan kondisi sehingga tidak maksimal dalam melaksanakan tindakan tegas dan terukur bagi para mereka yang melanggar aturan.
Menurut penulis harus ada ketegasan dalam menerapkan aturan yang berlaku khususnya kepada mereka yang menjual rokok kepada para pelajar. Tanpa adanya kesungguhan menindak sebagaimana diamanatkan dalam aturan maka seperti macan ompong, hanya galak di kertas saja tidak member efek jera.
Tindakan tegas aparat bisa dilakukan dengan melakukan tindakan tegas terhadap mereka yang ditemukan melanggar aturan. Hal ini diperlukan untuk memberkan efek kejut bagi penjual rokok yang secara terang-terangan berani menjual rokok yang belum memenuhi syarat. Shock terapi ini perlu agar memberikan ketakutan bagi penjual rokok yang masih nekat menjual rokok kepada pelajar. Penulis yakin dengan ketegasan aparat menindak mereka yang menjual ke pelajar maka bisa memutus rantai kecanduan rokok. Muaranya adalah memutus rantai perokok sehingga target untuk mencetak generasi emas 2045 bisa tercapai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membayangkan Seminggu Tidak Menulis Dipecat, Rahasia Sukses Profesor Richardus Eko Indrajit Menulis 75 Buku

PEDOMAN PEMBELAJARAN DAN INSTRUKSI PENDIDIKAN